Kasus Suap BPK
# Kasus
Dalam kasus suap BPK Jawa Barat, terdapat 3 orang anggota
Sekda Bekasi yang terlibat yaitu Tjandra
Utama Effendi sebagai Sekertaris Daerah Bekasi, Herry Lukman Tohari sebagai Kepala
Inspektorat kota Bekasi dan Herry Supardjan sebagai Kepala Bidang Pemkot Bekasi.
Selain ketiga orang tersebut, terdapat 2 orang anggota BPK Jawa Barat yaitu
Suharto dan Enang Hernawan.
Berawal
pada bulan Desember 2009, Tjandra Utama Effendi mengikuti forum rapat rutin
diruang rapat yang dipimpin oleh Walikota Bekasi ( Mochtar Muhammad). Ketika
itu Walikota Bekasi mengatakan jika Laporan keuangan dinyatakan Wajar Dengan Pengecualian (WDP), maka insentif yang diperoleh
pemkot Bekasi sebesar Rp. 18 M. Namun jika Laporan keuangan dinyatakan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
maka pemkot Bekasi akan memperoleh insentif lebih besar, yakni Rp. 40 M.
Dengan pernyataan laporan keuangan tersebut
Tjandra Utama bersama Herry Lukman Tohari dan Herry Supardjan berinisiatif
memberikan hadiah kepada anggota BPK Jabar yaitu Suharto dan Enang Hernawan apabila
Laporan keuangan pemkot Bekasi diubah menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Suharto dan Enang Hernawan menerima uang sebesar
Rp. 400 Jt karena telah membantu memberi arahan pembukuan LKPD Bekasi agar
menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),
padahal sebelumnya opini laporan keuangan kota Bekasi Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Pemberian
uang dilakukan dua kali. Pertama Herry Suparjan memberikan
uang sebesar Rp. 200 Jt kepada Suharto dan Enang Hermawan dilapangan
parkir sebuah Rumah Makan Sindang
Reret Bandung. Suharto
mendapatkan Rp. 150 Jt untuk dirinya, dan sebesar Rp. 50 Jt untuk Enang
Hernawan. Yang ke
dua Herry Lukmantohari dan Herry Suparjan memberikan
uang sebesar Rp.
200 Jt di Rumah dinas Suharto
# Penangkapan
Tanggal 22-06-2010, KPK menangkap Suharto , Herry Lukman Tohary, dan Herry Suparjan dirumah
dinas Suharto, di Bandung sesaat setelah terjadi penyerahan uang yang kedua. KPK menyita uang sebanyak Rp. 200 jt yang
ditemukan dalam tas hitam yang diserahkan Herry Suparjan, dan uang Rp. 72 Jt
dalam tas Suharto dirumah itu yang diduga setoran pertama.
# Hukuman
·
Majelis hakim pengadilan Tipikor
Jakarta memvonis dua auditor BPK Jabar Enang Hernawan dan Suharto dengan
hukuman 4 tahun penjara. Keduanya juga wajib membayar denda Rp. 200 jt. Bila tidak membayar , maka hukuman diganti
dengan tiga bulan kurungan.
·
Sekda Bekasi Tjandra Utama
Effendi, Herry Lukman Tohari dan Herry
Supardjan dijatuhi hukuman penjara 3
tahun. Selain itu terdakwa wajib membayar denda Rp. 100 Jt subsider 3 bulan
penjara.
# Etika Yang Dilanggar
1. Tanggung jawab profesi
Seorang akuntan
harus bertanggung jawab dan mempertimbangkan moral dan profesional dalam segala
kegiatan yang dilakukan. Dalam kasus ini Suharto
dan Enang Hernawan (anggota BPK) menerima uang sebesar Rp. 400 Jt karena telah
membantu memberi arahan pembukuan LKPD Bekasi dari Wajar Dengan Pengecualian (WDP) agar menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
2.
Kepentingan
publik
Seorang akuntan
harus melayani kepentingan publik, menghormati publik dan menjaga komitmen
profesionalisme. Dalam kasus ini Suharto dan Enang Hernawan (anggota
BPK) telah memberikan pendapat laporan keuangan yang tak sebenarnya hanya untuk
kepentingan pribadi dengan menerima uang sebesar Rp 400 Jt.
3.
Integritas
Seorang akuntan
harus manjaga kepercayaan publik, memenuhi tanggungjawab dan meningkatkan
integritas setinggi mungkin. Dalam kasus ini Suharto
dan Enang Hernawan (anggota BPK) telah melanggar etika Integritas karena meraka
telah menerima uang dari sekda Bekasi (Tjandra Utama Effendi, Herry Lukman Tohari dan Herry
Supardjan), yang mengakibatkan kepercayaan publik menjadi berkurang.
4.
Obyektifitas
Seorang akuntan
dalam memenuhi tanggungjawabnya harus menjaga obyektifitas (tidak berpihak
dengan siapa pun ). Dalam kasus ini Suharto dan Enang Hernawan
(anggota BPK) menerima uang sebesar Rp. 400 Jt karena telah membantu memberi
arahan pembukuan LKPD Bekasi dari Wajar Dengan Pengecualian (WDP) agar menjadi Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP).
5.
Perilaku
profesional
Sebagai akuntan
profesional dituntut konsisten dan selaras dengan reputasi profesi yang baik
dan menjauhkan perilaku yang dapat menjatuhkan profesionalisme. Dalam kasus ini
Suharto dan Enang Hernawan (anggota BPK) menerima uang sebesar
Rp. 400 Jt karena telah membantu memberi arahan pembukuan LKPD Bekasi dari
Wajar Dengan Pengecualian (WDP) agar menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar